Jumat, Februari 08, 2008

HAK KEBENARAN - Unsur Kekuatan Dalam Islam

|

Hak Kebenaran (al Haq) vs Kebatilan

Hak atau kebenaran itu menjelma dalam aqidah (kepercayaan) yang sahih, pengetahuan yang bermanfaat, amal perbuatan yang saleh serta budipekerti yang mulia. Oleh sebab itulah, maka Islam seringkali dikatakan dengan kata Hak.

"Dialah (Allah) yang mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk (Hidayah) dan agama Hak untuk memenangkannya di atas seluruh agama dan cukuplah dengan Allah sebagai saksi."
(al-Fath : 28)

"Katakanlah: Hak sudah tiba dan kebatilan lenyaplah dan kebatilan itu pasti lenyap."
(al-Isra' : 81)

"Dengan Haklah Kami menurunkannya dan dengan Hak pula turunnya. Tidaklah Kami mengutus engkau melainkan sebagai pemberi khabar gembira serta yang menakutkan."
(al-Isra' : 105)

"Semua orang yang diberi ilmu tentu mengetahui bahwa apa yang diturunkan padamu dari Tuhanmu itu adalah Hak." (Saba' : 6)

Hak adalah inti ajaran yang diberikan oleh seluruh Rasul

Islam yang hak adalah inti ajaran yang disampaikan oleh seluruh Nabi dalam dakwahnya, sedangkan terutusnya Nabi Muhammad SAW adalah merupakan penyempurnaan dari dakwah itu dan bahkan merupakan inti pelaksanaannya.

"Tuhan mensyariatkan agama untukmu yaitu agama yang dipesankan kepada Nuh dan yang Kami wahyukan padamu, bahkan demikian itu pula yang Kami pesankan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yakni supaya kamu mengerjakan agama dan jangan bercerai-berai dalam hal itu,"
(asy-Syura : 13)

"Seluruh manusia itu dahulu merupakan suatu umat yang satu. Kemudian Allah mengutus para Nabi sebagai pembawa berita gembira dan menakutkan. Mereka juga diberi kitab dengan hak agar dapat digunakan sebagai hakim antara seluruh manusia itu mengenai apu saja yang mereka perselisihkan, Tidak ada yang memperselisihkan dalam hal kitab itu, melainkan orang-orang yang telah diberinya yaitu setelah mereka mendapatkan tanda bukti kebenarannya, kemudian timbul dengki-mendengki antara sesama mereka sendiri. Oleh sebab itu, maka Allah menunjukkan sekalian orang yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan itu dengan izinNya. Allah menunjukkan siapa saja yang dikehendaki olehNya pada jalan yang lurus" (al-Baqarah : 213)

Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Perumpamaanku dengan sekalian Nabi itu adalah seperti seseorang yang membangunkan sebuah rumah, disempurnakan serta diperindah bentuknya melainkan hanya sebuah tempat batu merah. Setiap orang yang memasukinya pasti melihatnya, lalu ia berkata: Alangkah indahnya gedung ini, sayang sekali hanya tempat sebuah batu merah ini saja. Nah, akulah yang sebagai batu merah yang menempati kekosongan itu. Seluruh Nabi berakhir dengan kedatanganku."

Di waktu jaga malam hendak melakukan shalatullail (sembahyang di waktu malam), Rasulullah lalu mengucapkan:

"Ya Allah, bagiMu segenap puji. Engkau adalah cahaya langit dan bumi dan segala seisinya. BagiMu segenap puji, Engkaulah Pengatur langit dan bumi dan segala seisinya. BagiMu segenap puji. Engkau adalah Zat yang Hak, janjiMu hak, menghadap padaMu adalah hak, syurga adalah hak, neraka pun hak, seluruh Nabi juga hak, Muhammad itupun hak dan datangnya hari Kiamat itu hak.

Ya Allah, padaMu aku menyerah kepadaMu aku beriman, denganMu aku bertawakkal, kepadaMu aku kembali, atas namaMu aku bertengkar dan kepadaMu pula aku bertahkim. Maka ampunilah segenap dosaku yang lalu-lalu dan yang mendatang, yang ku simpan serta yang tampak. Engkau adalah Allah yang tiada tuhan selain daripadaMu."

Pertarungan antara Hak dan Batil

Pertarungan ini telah berjalan lama sekali. Ya. sejak di dunia ini dikenal bahwa di situ ada yang disebut hak dan ada yang disebut batil.

Namun selamanya pasti berakhir bahwa kemenangan itu sentiasa di pihak yang hak, sebab memang hak itu pasti kekal dan bermanfaat, sebagaimana juga bahwa kekalahan itu selamanya ada di pihak yang batil, sebab batil itu pasti lenyap dan memang berbahaya.

Hal yang sedemikian ini sudah merupakan sunnatullah (ketentuan Tuhan), sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab suciNya:

"Katakanlah: Bahwasanya Tuhanku memberikan hak itu kepada siapa saja yang dikehendaki. Dia adalah Maha Mengetahui segala yang ghaib."
(Saba' : 48)

Katakanlah: Hak sudah tiba dan yang batil tidak lagi dapat memulai atau berulang kembali." (Saba : 49)

' 'Bahkan Kami melemparkan yang hak itu di atas yang batil kemudian yang hak itulah yang menghancurkan batil tadi, maka dengan tiba-tiba saja yang batil itu lenyap samasekali.'
(al- Anbia' : 18 )

^Katakanlah: Hak sudah tiba dan kebatilan lenyaplah! dan kebatilan itu pasti lenyap." (al-Isra' : 81)

Agar kenyataan ini dapat melekat betul dalam sanubari serta benar-benar dapat meresap dalam fikiran setiap orang, maka Allah juga memberikan suatu perumpamaan mengenai hak dan batil itu dengan air dan besi untuk yang hak, serta busa dan kotoran untuk yang batil. Hak diumpamakan sebagai air dan besi, sebab memang menetap, kekal dan sentiasa bermanfaat, sedang kebatilan sebagaimana busa yang ada di atas permukaan air, juga sebagai kotoran yang ada di atas besi. Keduanya tidak tetap dan tidak ada kemanfaatannya samasekali.

Firman Allah:

"Tuhan menurunkan air dari langit, maka mengalirlah semua jurang dengan kadarnya. Air banjir itu membawa busa yang terapung. Juga dari logam-logam yang dibakar oleh para manusia di atas api untuk membuat hiasan atau harta benda. Di atas logam-logam itupun ada busa (kotorannya). Demikianlah Allah membuat perumpamaan antara hak dan batil. Busa pasti lenyap tanpa guna, sedang apa-apa yang memberi kemanfaatan kepada seluruh manusia pasti akan tetap di bumi. Begitulah Allah memberikan berbagai-bagai percontohan."
(ar-Raad : 17)

Sunnah Allah dalam menegakkan hak

Sudah menjadi sunnah Allah, bahwa sesuatu yang hak itu tidak mungkin akan berdiri tegak begitu saja dengan kekuatannya sendiri, tetapi untuk tegaknya itu harus ada manusia-manusia besar yang memiliki keistimewaan-keistimewaan serta khususiah-khususiah yang tidak semua orang memilikinya.

Di antara keistimewaan itu ialah:

1. Tabah dalam menghadapi segala rintangan dan berpegang-teguh untuk tetap membelanya.

Mengapa demikian? Sebab tiada sesuatu jiwa pun yang dapat dianggap mulia dengan erti yang sebenar-benarnya, sebagaimana kalau ia telah meyakini benar-benar akan makna hak dan tetap teguh berpegang atas hak itu. Hak itu pula yang akan mengangkat darjatnya dan menjunjung tinggi martabatnya. Dalam hal ini Allah s.w.t. berfirman:

"Pegang-teguhlah kepada apa yang telah diwahyukan padamu, karena bahwasanya engkau itu adalah di jalan yang lurus dan bahwasanya wahyu itu adalah merupakan pengingat-pengingat untukmu serta seluruh kaummu."
(az-Zukhruf : 44)

Jadi wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada NabiNya itu adalah merupakan kemuliaan bagi Nabi itu dan juga bagi siapa saja yang suka berpegang-teguh dengannya. Ini sama halnya dengan firman Allah s.w.t.:

"Kami telah menurunkan kepadamu suatu kitab yang di dalamnya berisi pengingat-pengingat untukmu sekalian. Adakah kamu tidak suka menggunakan akal."
(al-Anbia' : 10)

Allah memuji pada semua orang yang berpegang-teguh pada hak itu serta yang dengan sekuat tenaga menggenggamnya, juga tidak menyalahi perintahnya. Dijelaskan pula oleh Allah bahwa Dia tidak menyia-nyiakan sedikitpun dari pahala mereka itu, sebagaimana firmanNya:

"Mereka yang berpegang-teguh dengan kitab serta mendirikan shalat, maka Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan."
(al-A'raf : 170)

2. Para pembela hak itu wajib memiliki sifat keberanian yang luarbiasa sehingga berani pula berterus-terang dalam menyebarkannya tanpa ketakutan dan kelicikan, sebab justru merekalah yang harus menjadi duta-duta Allah untuk menyiarkan cahaya yang suci itu, meratakan ke segenap penjuru alam.

"Hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang mengajak pada kebaikan, yakni beramal makruf serta nahi mungkar. Mereka itulah yang benar-benar berbahagia (Muflihun)."
(ali-Imran : 140)

Berbuat terang-terangan dalam menyiarkan hak itu termasuk suatu sifat keutamaan yang setinggi-tingginya, sebab tidak mungkin kebatilan itu akan dapat berdiri tegak melainkan apabila hak itu diabaikan dan dilalaikan. Oleh sebab itu selama kaum penganjur hak tetap suka berterang-terangan dalam membela kalimat Tuhan, dengan gigih mengajak ummat ke jalan itu, juga dengan semangat dan kegiatan yang menyala-nyala dalam menyebarkannya, pasti yang batil akan terpendam, tertutup rapat-rapat sebagaimana halnya kelelawar akan menyembunyikan diri karena terkena cahaya matahari.

Dengan demikian tahulah kita bahwa berterang-terangan dalam mempropagandakan hak adalah merupakan salah satu kewajiban yang terpenting, baik dipandang dari sudut keagamaan atau kemasyarakatan. Ayat-ayat dalam al-Quran yang menghuraikan persoalan ini jauh lebih banyak dari ayat-ayat yang menjelaskan perihal rukun-rukun keislaman (arkanul Islam). Memang tidak mungkin akan terwujudnya suatu gambaran bagaimana sesuatu ummat akan bangun, bagaimana sesuatu masyarakat akan mencapai tingkat kemajuan yang setinggi-tingginya melainkan kalau di situ terdapat kaum propagandis yang dengan gigih menyiar-nyiarkan hak dan dengan terang-terangan pula dalam menyebarkan itu. Maka di saat sesuatu ummat telah kehilangan manusia-manusia yang sedemikian sifat kejantanan dan keberaniannya, di kala itulah matahari hak sudah mempunyai tanda-tanda akan terbenam, panji-panji kebenaran sudah mulai akan terkikis satu-persatu.

Tepat sekali apa yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w. ;

"Apabila ummatku sudah takut untuk mengatakan pada seseorang yang zalim: Hai engkau zalim, maka bolehlah diucapkan selamat tinggal pada mereka."

Penganjur hak semestinya tidak ada yang ditakuti melainkan B Allah Yang Maha Esa sendiri, tidak sesuatupun yang disegani melainkan Dia, sebab bagaimanapun juga berterang-terangan mengatakan yang hak itu tidak akan mengurangi datangnya rezeki Tuhan, dan tidak pula menyebabkan cepatnya datang kematian. Persoalan mati semata-mata di dalam kekuasaan Allah, sedang rezeki pun hanya di dalam genggamanNya. Tepat sekali firman Allah Ta'ala:

"Mereka yang menyampaikan risalat Allah dan benar-benar takut padanya serta tidak seseorang pun yang ditakuti melainkan Dia, maka cukuplah Allah sebagai Penjamin dirinya. "
(al-Ahzab : 39)

Firman Allah Ta'ala pula:

"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang bermurtad dari agamanya, maka nanti Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka juga mencintaiNya. Mereka itu merendahkan diri terhadap sesama kaum Mukmin, tetapi berperasaan tinggi di atas kaum kafir. Mereka sama berjihad di dalam membela agama Allah dan tidak takut samasekali akan cercaannya orang yang mencerca."
(al-Maidah : 54)

Di kala Nabi Musa a.s menerima perintah dari Tuhan supaya bertabligh kepada Fir'aun yaitu untuk mengajaknya ke agama Allah, Musa sebagai manusia dihinggapi oleh rasa rendah diri. Tabiat sedemikian ini biasa dimiliki oleh seseorang apabila berhadapan kaum zalim dan berkuasa. Kerana itu beliau berkata sebagaimana tersebut dalam al-Quran :

"Kita takut kalau-kalau ia akan membunuh kita atau menyakiti kita hingga melampaui batas. "
(Taha : 45)

Allah Ta'ala lalu menjawab:

"Jangan kamu berdua (Musa dan Harun) takut, sebab Aku pun sentiasa ada di sampingmu. Aku Mendengar dan Melihat."
(Taha : 46)

Orang yang disampingi oleh Allah, tentulah tidak akan merasa lemah, tidak pula akan dapat dikalahkan sebab Allah pasti memberinya kekuatan, diberinya pula pertolongan yang berupa sifat syaja'ah, sehingga setiap kaum zalim dan derhaka itu akan merasa kalah wibawanya di muka orang itu.

Tidak berbeda pula apa yang telah dilakukan oleh nenek seluruh Nabi iaitu Ibrahim alaihissalam, di kala beliau menjelaskan di muka kaum penyembah berhala apa erti tauhid yang sebenarnya. Beliau tidak memperdulikan apapun yang akan terjadi, padahal beliau sendirian dan sebatang kara, tiada penolong yang dapat diharapkan bantuannya atau yang dapat menguatkan semangatnya. Bahkan ayahnya sendiri menghalang-halangi dan terang-terangan menentang ajakannya, seolah-olah tidak diakui lagi bahwa ia pernah memperanakkannya. Namun Ibrahim tetap melangkah ke hadapan, menuju yang hak, tidak dihiraukan lagi segala rintangan itu. Beliau jelaskan ajakannya kepada seluruh manusia sambil menentang siapa saja yang hendak menghalang-halangi serta mematahkan perjuangannya. Beliau berkata sebagaimana yang ada di dalam al-Quran:

"Bahwasanya aku menghadapkan mukaku kepada Zat yang menciptakan langit dan bumi sambil menyerahkan diri dan aku bukannya dari golongan kaum musyrik. Kaumnya sama membantahnya, lalu ia berkata: Adakah kamu semua membantahku perihal Allah, sedangkan Dia telah memberikan hidayatNya padaku. Aku tidak takut pada berhala yang kamu jadikan sekutu bagi Allah itu, kecuali kalau Tuhanku menghendaki sesuatu. Luasnya pengetahuan Tuhanku itu meliputi segala sesuatu ini. Adakah kamu semua tidak ingat?

Bagaimana aku akan takut kepada berhala yang kamu sekutukan itu, sedangkan kamu sendiri tidak takut menyekutukan Allah dengan sesuatu benda yang samasekali Tuhan tidak menurunkan sesuatu keterangan pun dalam hal itu padamu semua. Manakah dua golongan itu yang patut atau lebih berhak mendapatkan ketenteraman, cubalah menjawabnya kalau kamu mengerti. Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan keimanannya dengan penganiayaan, mereka itulah yang pasti mendapatkan kesentosaan dan mereka pulalah sebenarnya orang-orang yang mendapatkan hidayat Tuhan."
(al-An'am : 79-82)

Demikian pula halnya Muhammad Rasulullah s.a.w. Beliau serta sekalian sahabatnya ditakut-takuti mengenai haknya Allah, tetapi bukannya makin ketakutan, bahkan dengan ditakut-takuti itu, lebih menambahkan keimanan dan keyakinan yang sudah ada semula.

Allah Yang Maha Suci dan Luhur berfirman:

Selamat Datang Di Blog Ini... Mudah-Mudahan Bermafaat Buat Anda... Jika Belum Puas! Silahkan Berkunjung Lagi... Silahkan Tinggalkan Pesan, Kesan dan Saran Anda.... Terima Kasih Atas Kunjungannya.......
my stat Photobucket angkatan unhas Photobucket Photobucket Photobucket Photobucket bhula Photobucket mukernas bhulla Photobucket bola2
Kembali lagi ke atas